Jurnalis
1. Kalimat Harus Jernih dan Komunikatif
Sebuah tulisan terutama yang bersifat
berita haruslah jernih sekaligus komunikatif. Jernih dalam arti mudah dipahami
dan tidak menimbulkan multi tafsir. Komunikatif dalam arti mampu berbicara
kepada pembaca yang tidak menyaksikan langsung sebuah kejadian.
Karena itu, tulisan harus dibuat runtut,
sesuai nalar, dan menggunakan bahasa yang lazim dipakai masyarakat banyak.
Dengan cara tersebut, pembaca akan mudah mengerti dan mengambil kesimpulan dari
berita/artikel/tulisan yang dibaca. Termasuk di dalamnya menggunakan kalimat
yang singkat dan efektif.
2. Susunan Kalimat Tidak Harus Teratur
Masih ingat dengan pelajaran bahasa
Indonesia dulu? Salah satu bagian yang paling saya ingat adalah struktur S-P-O-K
(Subjek, Predikat, Objek, Keterangan). Inilah susunan baku dalam bahasa
kebanggaan kita. Walaupun demikian, sebuah tulisan jurnalistik boleh
mengabaikan susunan tersebut. Ini dilakukan dengan alasan utama untuk
menjernihkan maksud dari sebuah kalimat. Jika kalimat hanya sesederhana “Saya
membeli buku di pasar.” tentu tidak sulit memahaminya. Akan tetapi jika sudah
beranak cucu bahkan cicit akan sulit dipahami pembaca. Salah satu tips penting adalah
menempatkan keterangan dekat dengan yang diterangkan. Atau Anda juga bisa
mengubah posisi keterangan di depan.
Berikut contoh yang saya kutip dari buku
tersebut: “Saya dan sanak saudara dari ibuku membersihkan kebun dari pagi
hingga siang sedangkan adikku bersama teman-temannya dari Akademi Perhotelan Alengkadiraja
makan nasi goreng dan minum sirup jambu kemarin di rumah nenek dekat warung
Nyak Arum.” Perhatikan bahwa “kemarin” dan “di rumah nenek dekat warung Nyak
Arum” adalah keterangan waktu dan keterangan tempat yang berfungsi menjelaskan
seluruh kejadian. Namun kalimat tersebut berpotensi salah tafsir ketika pembaca
mengira hanya “adikku bersama teman-temannya yang berada di rumah nenek”.
Sedangkan “saya dan sanak saudara membersihkan kebun entah di mana.”
Secara sederhana kalimat tadi bisa diperbaiki:
“Kemarin, di rumah nenek dekat warung Nyak Arum, Saya dan sanak saudara
dari ibuku membersihkan kebun dari pagi hingga siang sedangkan adikku bersama
teman-temannya dari Akademi Perhotelan Alengkadiraja makan nasi goreng dan
minum sirup jambu.”
Kemungkinan pembaca tersesat menjadi lebih kecil. Dengan mudah pembaca akan
mengetahui bahwa kemarin di rumah nenek yang kebetulan dekat warung Nyak Arum
ada dua kejadian. Kejadian pertama saya membersihkan kebun bersama saudara. Dan
kejadian kedua adikku makan nasi goreng dan minum sirup jambu bersama temannya.
3. Sesuai Nalar dan Logika
Membaca adalah proses mencerna dan
memahami. Terdapat nalar dan logika di sana. Seorang penulis yang baik akan
membuat tulisan yang sesuai nalar dan logika. Diantaranya adalah hubungan sebab
akibat yang secara langsung atau tidak langsung terdapat dalam sebuah kalimat.
Perhatikan contoh berikut: “Politisi sipil sekarang banyak yang mengincar
militer untuk dicalonkan menjadi kandidat presiden. Ini membuktikan gagalnya pemerintahan
sipil.”
Kalimat pertama mungkin sudah benar. Tapi kalimat kedua terasa tidak
“nyambung”. Apakah banyaknya calon dari militer mengindikasikan gagalnya
pemerintahan sipil? Belum tentu. Bisa ya, bisa tidak. Ada logika yang tidak
lengkap di sana.
4. Akurasi
Sebuah tulisan harus akurat, terlebih
jika menulis berita yang dijadikan rujukan banyak pembaca. Bayangkan jika Anda
menulis berisi fakta yang salah, maka kredibilitas akan dipertaruhkan. Tidak
hanya itu, fakta yang tidak akurat bisa membuat informasi dipahami dengan
keliru. Akibatnya sebuah berita bukannya menjernihkan permasalahan, malah
membuat semakin keruh. Jadi, jika Anda menulis menggunakan fakta dan data,
pastikan terlebih dahulu kebenarannya. Jika ragu, konsultasikan kepada pemilik
fakta dan data. Jangan lupa berikan atribusi kepada sumber berita agar pembaca
mengetahui siapa yang mengatakan dan dalam konteks apa dikatakan. Ini penting
untuk menjadi penulis yang bertanggung-jawab. Termasuk jika Anda mengutip dari
buku atau blog lain, cantumkan sumber rujukan yang dipakai.
5. Hukum DM dan MD
Masih
ingat pelajaran ini? Diterangkan-Menerangkan atau Menerangkan-Diterangkan?
Secara umum bahasa Indonesia menggunakan pola Diterangkan Menerangkan. Frasa
“rumah makan” adalah rumah tempat orang makan. “Rumah” adalah kata yang
diterangkan sedangkan “makan” berfungsi menerangkan rumah seperti apa yang
dimaksud.
Namun
dalam kalimat tulisan dan berita hukum DM bisa lebih rumit ketika yang
bergabung tidak hanya kata+kata seperti contoh di atas. Bisa juga yang terjadi
adalah kata+frasa, kata+klausa, frasa+frasa, klausa+klausa, atau kombinasi
lainnya.
Ketika
ini terjadi maka tak jarang pembaca menjadi tersesat dalam sebuah kalimat.
Untuk itu tempatkanlah sesuatu yang menerangkan dekat dengan yang diterangkan. Jika
perlu, tempatkan yang menerangkan di depan yang diterangkan jika hal tersebut
menghindari kerancuan.
6. Gunakan Kata “Kecuali” dan “Tidak” Secara Tepat
Kata “kecuali” berfungsi menyisihkan
sesuatu dari kelompok. Sedangkan kata “tidak” berfungsi menegasikan sesuatu.
Perhatikan contoh sederhana berikut:
“Saya bersedia kau ajak ke mana saja, kecuali ke tempat judi.”
“Kecuali ke tempat judi, saya bersedia kau ajak ke mana saja.”
Kedua kalimat bisa dipakai dan mudah dipahami. Akan tetapi secara
kejernihan, kalimat kedua lebih baik. Alasannya, pada bagian pertama kalimat
disebutkan saya bersedia diajak ke mana saja. Ini menunjukkan sebuah cakupan.
Kemudian dikecualikan tempat judi. Dengan demikian seolah-olah saya mau
kemanapun, lalu dikecualikan tempat tertentu.
Pada kalimat kedua sesuatu yang dikecualikan sudah disisihkan di awal.
Kemudian sisanya baru menyebutkan kesediaan untuk kemana saja selain yang sudah
disisihkan di awal tadi.
Perhatikan contoh berikutnya:
“Saya tidak suka naik mobil sedan berwarna merah.”
Sepertinya kalimat tersebut mudah. Namun bisa menciptakan multi
interpretasi:
Saya tidak suka naik mobil sedan, tapi mau naik mobil jenis lainnya.
Saya hanya tidak suka naik mobil sedan yang berwarna merah, tapi mau naik
sedan yang berwarna lain.
Untuk itu tempatkan kata “tidak” sedekat mungkin dengan yang dinegasikan.
Prinsip umum kata “tidak” atau “bukan” menegasikan sesuatu yang terdekat
setelah kata itu.
Kalimat di atas bisa diperbaiki sesuai maksud sebenarnya yang dikendakai penulis
misal:
Saya mau naik mobil bukan sedan berwarna merah (mungkin
mau naik truk dan warnanya apa saja).
Saya mau naik mobil sedan bukan berwarna merah (mungkin
mau naik sedan berwarna putih atau hitam).
7. Memilih Kata Dengan Luwes
Pemilihan Kata (diksi) sangat penting
untuk memberikan “rasa” atas apa yang dituliskan. Dalam konteks penulisan,
pemilihan kata didasarkan untuk memperjelas, memperkuat dan membuat efektif apa
yang ditulis. Pemilihan kata sebaiknya juga sesuai dengan nalar umum.
Oleh karena itu frasa “tambah pendek” kurang pas dengan nalar. Bagaimana
mungkin sesuatu yang bertambah menjadi pendek bukannya panjang? Frasa makin
pendek atau memendek akan lebih tepat.
Kata “mengatakan” memiliki padanan diantaranya: menyebutkan, menyampaikan, mengungkapkan,
menjawab, menyatakan, membenarkan, menegaskan dan sebagainya. Lalu mana yang
harus dipilih?
Pilihlah yang memiliki makna paling dekat. Jika yang dikatakan bersifat
memperkuat apa yang sudah diketahui sebelumnya, bisa menggunakan kata “menegaskan”.
Jika sesuatu yang dikatakan mengangkat ke permukaan apa-apa yang sudah
dilupakan atau diabaikan orang, maka pilihlah “mengungkapkan”.
Jika yang dikatakan berupa jawaban atas sebuah pertanyaan, gunakan kata
“menjawab”.
Dengan cara ini, pembaca akan dapat menangkap lebih jelas pesan yang
dimaksud seorang penulis.
Penutup
Itulah tujuh poin menulis ala jurnalis
yang dapat Anda pelajari dari buku Kalimat Jurnalistik. Ada banyak pelajaran
berharga dari buku tersebut yang bisa Anda pelajari untuk menulis lebih baik
dan lebih jernih.
Semoga bermanfaat buat Anda semua para jurnalis, penulis, blogger dan
pembaca di manapun berada. Mari jadikan setiap tulisan lebih jernih dan
bermakna.