Besok Masih Sempat

on Sabtu, 22 Maret 2014


   
            Untuk kesekian harinya lagi-lagi aku malas berangkat sekolah. Aku seperti besi dan kasurku seperti magnet yang selalu menarikku untuk tidak pergi meniggalkannya. Badanku pun terasa lemas tak mampu bangkit dari tempat tidur. Rasanya aku masih ingin berlama-lama lagi berbaring, selimut kutarik lagi menutupi kepala. Kiemarin aku telah melakukan banyak aktifitas, mulai dari bimbel, kerja kelompok, latihan nari, sampai latihan musikalisasi. Jadi, tidak ada salahnya jika hari ini akan aku dedikasikan untuk berbaring seharian di bawah selimut.
            Namun, konflik batin mengusikku, banyak sekali urusan, janji, dan aktivitas penting yang akan aku lewatkan hari ini jika aku tidak bangkit dari tempat tidur. Hari ini seharusnya akau mengikuti try out Ujian Nasional di tempat bimbel, mengerjakan tugas kelompok, latihan musikalisasi untuk praktek Bahasa Indonesia dan latihan nari untuk tugas SBK. Jika aku tidak mengikuti try out, kasian sekali orangtuaku yang sudah mahal-mahal membayar bimbel agar aku lulus ujia. Lalu latihan nari akan berantakan jika aku tidak datang.
            Semua konflik batin ini membuat dadaku sesak, aku pun memutuskan untuk tidur di bawah selimut, melupakan semuanya. Aku manusia biasa yang butuh beristirahat. Meskipun sebenarnya yang aku alami adalah rasa malas, bukan kebutuhan akan istirahat. Aku yakin sehari tanpaku semua akan baik-baik saja. Aku masih bisa mengikuti try out bulan depan, mengerjakan tugas kelompok yang dikumpulkan masih seminggu lagi, latihan musikalisasi besok hari, dan untuk latihan nari sebenarnya tidak memerlukan latihan yang keras. Pokoknya besok masih sempat.
            Suara tahlilan itu membangunkanku dari tidurku yang cukup lelap hari ini. Aku perlu berfikir sejenak untuk merespons mengapa ada suara orang tahlilan di dalam rumahku. Setelah selesai mengumpulkan tenaga, aku pun bangkit dari tempat tidur menuju ke sumber suara itu. Aku kaget bukan main melihat ada mayat terbujur kaku di ruang tengah, siapa yang meninggal? Aku masih ketakutan, orang-orang itu berada di dekatku, tapi aku merasa sangat jauh dengan mereka. Aku bingung apa yang sebenarnya terjadi. Sampai akhirnya aku berteriak histeris ketika melihat sosok mayat itu wajahnya sangat mirip denganku.
            Badanku terasa sangat lemas, semua keganjilan ini membuatku bingung. Suara tahlilan itu masih sayup-sayup terdengar. Apakah aku sudah meninggal? Lalu bagaimana dengan try outku? Tugas kelompok? Latihan musikalisasi? Latihan nari? Bagaimana dengan janji-janji yang telah aku buat, amanah yang telah aku terima, dan tanggung jawab yang belum sempat aku laksanakan? Aku sadar, untuk waktu tak ada kata “besok masih sempat”. Kesempatan itu bisa datang dan pergi tanpa permisi.***


Gumiwang Tresna
9E, SMPN 1 Purwakarta